Thursday, November 18, 2010

Cerpen Adaptasiku berjudul "Samudera Cinta Anak Sekolah"

Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di situlah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang kualami  memang biasa terjadi pada manusia umumnya, tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya sebagaimana pungguk merindukan bulan.
Sudah dua minggu aku memendam seribu rasa yang membuat jantungku berdebar kencang saat melihat sang pujaan hati.
Di SMPN 1 Semarapura Aku dan sahabat-sahabatku yaitu Gung Intan, Dayu Rika, dan Wayan Dharma bersekolah, kami sudah menempa ilmu kurang lebih selama dua setengah tahun disini. Aku sangat akrab dengan sahabat-sahabatku ini, bahkan sampai tentang cintapun kami bercerita.

“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunanku.“Iya... De, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Gede Dana.
“Masak lo main rahasiaan sama geng sndiri,” tutur temannya lagi.

Aku mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Gede Dana. Gede Dana dari geng The BigFamous, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.

Aku nyaris nggak bergerak. Menyadari cowok tampan yang sedang kutaksir itu ada di meja belakangku. Saat sedang barengan dengan teman-teman aja aku sudah nervous .... apalagi sekarang aku sedang sendirian. Tapi untuk yang satu ini, rasa ingin tahuku jauh lebih besar, dan apa tadi? Mereka lagi ngomong soal gebetannya Gede Dana.

“Wah.....Wah....Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Anggrek?” tanya teman Gede Dana. Deg, aku nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat tinggalku ya ? Jalan itukan kecil, jadi aku kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahuku semakin memuncak.

“Iya, anak kelas sembilan juga. Aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Gede Dana terdengar riang.

Jantungku berdegup kencang. Aku makin yakin, selain aku nggak ada anak kelas tiga SMP lagi yang tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, aku sih memang selalu jadi juara satu sejak semester pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Gede Dana itu aku?.

“Wah, playboy satu ini sudah bertekuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.
Hooh?,” aku nyaris menahan napas.
“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.
“Savitri” jawab Gede Dana.

Kali ini aku nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya aku melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana aku berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Gede Dana naksir aku. Berita ini wajib diceritakan pada sahabat-sahabatku.
Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Gede Dana naksir aku. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti diriku. Aku bernyanyi bahagia.
“Kamu nggak sedang melamun Git?” kata Gung Intan sambil terkikik.

“Iya mang, jangan-jangan itu cuma halusinasimu aja,” timpal Dayu Rika.
Dengan ekspresi merengut aku berkata “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.

“Bukan begitu Mang, Kalau benar Gede Dana naksir kamu, kok bisa dia tenang-tenang aja sih?” kata Gung Intan dan Dayu Rika.Wayan Dharma mencoba menengahi. “Kan Gede Dana nya sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.
“Udah deh, pokoknya mulai besok aku akan  jadi cewek paling bahagia di dunia”.
Kataku sambil tersenyum bahagia.

Keesokan harinya pukul setengah empat sore aku menanti kedatangan Gede Dana, tiba-tiba bel rumah berbunyi.  Dengan ceria aku menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Komang Hendra, pacarnya kakakku. Keduanya lalu pergi, sementara bunda dan ayah sudah berangkat ke acara resepsi pernikahan. Di rumah hanya ada aku dan mbok Luhtu.

Aku mulai tidak sabar. Sedari tadi Gung Intan, Dayu Rika, dan Wayan Dharma terus menghubungi telponku dan membuatku tambah kesal.

“Komang bangun! Kok ketiduran di sini?” suara bundaku terdengar sayup. Aku membuka mata, ternyata bunda  dan ayah sudah pulang.

“O ya, Dana! Ya ampun, sudah jam delapan malam”. Ternyata Gede Dana tidak datang dari tadi. Aku mulai kecewa.

Aku akhirnya ikut ajakan orang tuaku untuk makan malam di luar.
“O ya mang, bunda lupa cerita tentang anaknya Pak Sumandi, padahal sudah sebulan lo hehehe. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Bundaku bercerita. Aku cuma mengangguk tanpa semangat.

Kesokan siangnya ketika aku dan bunda melewati rumah Pak Sumandi, aku melihat seorang gadis cantik keluar dari rumah diikuti seorang cowok. “What ???”, aku sangat terkejut. Berkali-kali ku kedipkan mata, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Gung Dana. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.

Dengan gemetar aku bertanya pada bunda “bunda, apa bunda tau siapa cewek itu ?”
“Oh tentu saja, dia baru pindahan lima hari yang lalu ke kompleks kita, kebetulan namanya sama dengan kamu namanya Savitri,” jawab Bunda.
Badanku terkulai lemas menyadari impianku selama ini hancur oleh kebodohanku sendiri. Seharusnya aku mendengarkan ucapan sahabat-sahabatku, dan sekarang hanya tersisa rasa marah, kecewa dan  malu sekali.



















KARYA : Luh Made Stiti  (11/ IX E)

Diadaptasi dari Cerpen yang berjudul : Gita
Karya: Sulistya “SRIES”
Kelas IX 5 SMPN 9 Pekanbaru

3 comments:

Followers